Pelajar Semangat Orang Tua Menggeliat

Sunday, December 21, 2008

Pelajar Semangat, Orang Tua Menggeliat..

Belajar, belajar, dan belajar itulah kata-kata yang selalu terlintas di benak Shina. Pusing benar ia nampaknya, memikirkan UAN yang tiga bulan lagi akan ia hadapi. Sebenarnya, bukan pelajaran atau soal-soal yang akan dihadapinya yang membuatnya pusing tujuh keliling. Tapi, akan kemana ia nanti? Di sekolah macam apa ia kelak? Apakah sekolah berstandar Internasional atau, hanya sekolah ecek-ecek di perkampungan?

Itulah pertanyaan-pertanyaan yang terlintas dibenaknya yang membuat gadis berparas cantik ini bermandikan keringat. Tapi, itu semua belum seberapa. Ia masih harus memikirkan bagaimana ia harus membayar biaya masuk untuk ke sekolahnya yang baru. Terlebih lagi, ia bukanlah keturunan ningrat ataupun bangsawan.

Tapi sekejap semua pikiran itu menghilang, saat ia ditelepon Arfa, laki-laki yang sangat ia idam-idamkan untuk menjadi pasangan hidupnya nanti.

Arfa : Halo, bisa bicara dengan Shina ?

Shina : I..ia dengan saya sendiri.

Arfa : Na,, kok suara kamu gemetaran sih?

Shina : Tidak kenapa-kenapa kok. Oh iya, ada apa Fa? Kok tumben sih nelpon?

Arfa : Begini loh Na, tadi siang Bu Tuti menitip pesan untuk kamu. Kata beliau, besok kamu disuruh menemuinya di kantornya.

Shina : Memangnya ada apa, sampai-sampai aku harus ke ruang kepala sekolah ?

Arfa : Aku juga tidak tahu. Tapi, sebaiknya kamu menemuinya saja. Sudah dulu ya.

(seketika telepon terputus)

“’ Dasar Arfa, telepon seenaknya saja ia matikan ”, gerutu Nana. “ Memangnya iya tidak tahu apa kalau aku ingin berlama-lama berbincang dengannya ”, lanjutnya.

Seketika iya terlelap, saat rasa kantuk menyelimutinya. Pagi pun menjelang, ayam jantan berkokok ‘bak klakson kapal yang tak henti berbunyi. Hufff,, capai rasanya diri ini, jikalau harus selalu bangun pagi dan pergi ke sekolah. Untung saja aku tidak telat bangun.

Shina pun bergegas menyiapkan pelajaran-pelajarannya yang belum sempat ia siapkan. Setelah itu ia pun bergegas mandi dan berpakaian, setelah itu ia langsung sarapan bersama keluarganya itu. Sebenarnya keluarganya terdiri dari bunda, handa, kak Rifki, kak Adji, kak Ruby, dan juga dedek Frea. Tapi, karena kak Rifki sedang melanjutkan kuliahnya di Paris, dan kak Adji meneruskan SMA di Australia. Keduanya bersekolah di luar negeri berkat beasiswa yang mereka peroleh. Jadi hanya tinggal ia, bunda, handa, kak Ruby, dan dede Frea. Mereka semua makan dengan lahapnya. Bunda, hari ini waktunya Shina untuk bayaran sekolah. Kata guru Shina, bayaran Shina yang sudah telat 5 bulan itu harus secepat mungkin dibayar. “Shina, tenang yah, pasti ibu akan menyelesaikan semuanya, tapi bukan sekarang”, kata bunda Shina. “Lagian sekolah di sekolah bertaraf Internasional, jadi pakai bayaran deh, emang enak kamu”, kata kak Ruby. “Lebih baik kakak walau hanya bersekolah di SMA tak ternama tapi tidak menyusahkan bunda”, lanjutnya. “Nanti, jangan-jangan kak Shina mengambil SMA yang mahal juga lagi. Nanti adek gag bisa sekolah SD dong”, kata dedek Frea. “Bunda,, adek nanti tidak bisa sekolah”, lanjutnya disertai tangisan. “Tenang Frea, biar saja kakakmu sekolah disekolah manapun yang terbaik yangia mau. Toh nanti kalau dia sudah menjadi orang besar, ia pasi akan membantu kita”, jawab Bunda. Aku yang tadinya makan dengan semangat kemerdekaan, menjadi berhenti seketika. Aku sempat berfikir aku hanya membebani orangtua dan keluargaku saja. Tadinya, aku ingin pindah sekolah ke sekolah menengah pertama yang biasa saja. Tapi aku juga berfikir, aku sudah kelas tiga, pasti akan repot untuk mengurus semuanya. “Shina, jangan melamun. Sekarang waktunya kamu untuk berangkat ke sekolah”, kat Bunda. Ya ampun bunda, aku sudah telah, aku berangkat dulu ya, Bunda. Aku pun segera mengambil sepeda kumbangku dan langsung menuju sekolah. Untung saja aku masih boleh masuk ke sekolah, walaupun aku sudah telah hamper lima menit. Aku pun menaruh sepedaku di tempat parker sepeda tentunya. Lalu kau pun berlari sekuat tenaga, secepat kilat, untuk menuju ke kelas. Untungnya guru yang akan mengajar, belum tiba ke kelas. Aku berusaha untuk menyimak semua pelajaran dengan baik dan mencatat pokok-pokok yang diterangkan oleh Guruku.

Tak terasa tinggal 3 hari lagi UN dilaksanakan. Aku takut cemas dan sedikit terbebani dengan bayangan mengenai soal-soal Ujian. Tiga hari itu aku manfaatkan dengan sangat baik. Aku dan sahabat baikku, Airin, selalu belajar bersama sehabis pulang sekolah. Airin ialah sahabat baikku, ia adalah anak dari Duta Besar Indonesia di Singapura, Pak Suwarjiman Cokrokusirto namanya. Airin tergolong anak orang mampu, mobilnya saja sudah hampir selusin. Tapi, ia selalu merasa kesepian, karena Ayahnya tidak pernah ada di rumah. Maklum saja ayahnya lebih lama menetap di Amerika Serikat. Sedangkan ibunya sudah lama meninggal dunia. Maka dari itu, Airin sering mengajakku bermain, dan belajar dirumahnya yang seperti istana itu. Bahkan, aku diajaknya menginap. Aku dan Airin mencari refrensi-refrensi pelajaran di Internet rumah Airin. Saking asiknya kami mencari refrensi. Pernah sempat aku tertidur di rumahnya. Hari ini, hari ini akan dilaksanakan UN. Bagaimana nilai UNku ya, Aku merasa begitu grogi, dan cemas. Saat aku bergegas ke sekolah, rasanya tubuh ini bagai melayang di koridor. Saat sampainya di kelas, ternya UN telah berjalan dari 5 menit yang lalu. Saat aku melihat Ibu Pengawas, aku merasa semakin tau. Wajahnya begitu seram bak ingin memakan orang. Aku pun segera menyelesaikan- soal-soal yang kata teman-temanku begitu susah itu. Walau sebenarnya bagiku, itu tidak susah, mudah bahkan. Setelah UN selesai dilaksanakan, kami semua libur 1 minggu. Sebenarnya bukan libur, tapi karena disekolah sudah tidak ada pelajaran lagi. Maka banyak murid yang meliburkan diri. Jadi, sekolah akhirnya diliburkan juga. Aneh memang terdengar, tapi memang itulah yang terjadi. Hari demi hari telah ku lewati. Tak terasa pengumuman nilai UN tinggal 4 hari lagi. Apa,, empat hari lagi. Bagaimana dengan nilaiku. Entah aku sudah tidak ingin memikirkannya, itu semua hanya akan membuatku bertambah bingung.

Empat hari lagi aku akan tetap termenung dirumah memikirkan nilai-nilai itu. Daripada diam saja lebih baik aku kerumah Renita. Renita ialah temanku sewaktu di SD, iya juga merupakan tetangga ku dikomplek. Komplek yang aku tempati memang begiru luas, aku tinggal di rumah tipe 21. itupun warisan dari nenekku. Sedangkan dia, tinggal dirumah yang begitu besar dengan model minimalis, entah tipe berapa. Mungkin, bisa dibilang tipe seribu. Itupun kalau ada. Renita adalah anak dari jenderal polisi. Ibunya merupakan pengusaha besar dibidang garmen. Garmen yang dihasilkan bukan garmen untuk di jual di Indonesia . Tapi, untuk di ekspor ke daerah ASEAN. Selain pengusaha garmen, ibunya juga mempunyai sejumlah restoran di daerah kota. Mungkin saja, restorannya sedang membutuhkan pegawai. Lumayan kan kalau aku bekerja serabutan disana selama 4 hari terakhir ini.

Aku pun segera ke rumah Renita. Setelah aku kerumahnya ternyata hanya ada kak Olivia saja disana. Karena aku merasa tidak enak untuk meminta pekerjaan ke kak Olivia. Maka aku pun terpaksa harus pulang. Ya, mau bagaimana lagi. Sesampainya di rumah , perut ini merasa sangat lapar. Aku pun segera menuju meja makan. Ternyata, disana hanya tinggal satu piring nasi, satu potong tempe, dan sayur sop yang hanya tinggal kuahnya saja. Aku pun bertanya ke ibu. Apa semuanya sudah makan. Ternyata ibu malah menangis. Ibu bilang ia tidak punya uang. Semua makan itu, sisa kemarin. Aku sedih mendengarnya. Aku benci terhadap diriku sendiri. Kenapa aku tidak bisa membahagiakan keluarga ini. Kenapa aku malah membuat ibu menangis. Aku segera menenangkan ibu. Agar dia tidak menangis lagi. “ Ibu yang sabar yah, suatu hari lagi Nana akan membuat Ibu tersenyum dan bahagia. Api ibu jangan menangis lagi”, begitu kataku. Tanpa tersadar, air mataku menetes. Sedih, sakit benar aku melihat ibu menangis. Setelah melihat ibu sedikit lebih tenang. Aku pun segera mejuju kekamar ku. Sesaat setelah aku terlelap. Telepon ku bedering, dan ternyata itu telepon dari Airin. Ia bilang, aku disuruh kerumahnya. Entah dengan maksud apa, aku pun segera menuju rumahnya.

Sesampainya disana, airin menanyakan apakah aku mau bekerja selama tiga hari di took kue miliknya. Tanpa memikir panjang, aku pun langsung mengiyakannya. Saat aku ingin pulang, aku dicegah oleh Airin. Katanya aku sudah boleh pulang kalau aku makan dulu dirumahnya. Aku pun makan makanan-makanan ala restoran bersamnaya. Di meja makan kami banyak berbincang. Entah masalah percintaannya, entah masalah keluarganya. Pokoknya banyak deh. Setelah makan, aku bilang ke Airin, apakah aku boleh membungkus makanannya untuk keluarga ku. Untungnya dia memperbolehkannya, dan aku pun kembali kerumah. Di perjalanan aku menemukan uang 50rb, yang tergeletak sembarangan. Entah siapa yang membuang itu. Tapi, aku langsung memungutnya. Diperjalanan aku mencari masjid, untuk kusumbangkan uang iini. Ternyata selang berapa m aku berjalan. Aku menemukan masjid. Disana aku singgah sebentar. Setelah aku merasa sudah enakkan. Aku langsung menyumbangkan uang itu dan melanjutkan perjalanan. Untungnya rumahku tinggal beberapa m lagi. Jadi, kaki ini tidak terasa sangat letih.

Saat aku tiba dirumah, aku melihat ada sebuah mobil jaguar mewah berwarna hitam yang parkir di depan rumahku. Dalam pikiran hatiku, mobil siapa ini. Tidak mungkin papa, karena ia hanya seorang tukang sayur. Sedangkan bunda, ia hanya seorang tukang masak keliling. Setelah aku masuk, ternyata mobil itu kepunyaan Renita. Jelas itu bukan hanya kesimpulanku saja melainkan apa yang kulihat sebenarnya. Saat ku melihat wajah renita. Aku bertanya ada apa main kerumahku. Kok tumben yah. Dia menjawab katanya tadi aku kerumahnya. Dan sekarang dia kerumahku unuk menanyakan ada perlu apa aku tadi. Aku bilang saja tadinya aku ingin meminta perkerjaan di restoran miliknya. Tapi, karena dirumahnya hanya ada kak Olivia. Jadi, aku tidak jadi memintanya. Dia menjawab, wah sayangnya semua lowongannya sudah penuh. Aku menjawab lagi, kebetulan aku sudah mendapatkan pekerjaan. Dia pun segera pulang. Setelah ia pulang, aku pun beristirahat sampai tertidur hingga pagi menjelang. Pagi ini, aku bergegas ke took rot milik Airin. Aku tak mau dihari pertamaku kerja sebagai kasir pengganti. Aku udah terlambat dan melakukan kesalahan-kesalahan. Untungnya, pekerjaanku menyenangkan. Dan tak terasa kini, hari ini adalah hari pengumuman nilai UN ku.. sedih, kesal, takut, panic, cemas, senang. Itulah perasaan yang bercampur aduk dan bergejolak di hatiku. Aku segera bersiap-siap untuk menuju kesekolah dan melihat pengumumannya.

Sesampainya disekolah, aku mencari namaku di papan pengumuman. Aku cari, tidak ada. Ternyata namaku ad di barisan paling bawah. Dan yang lebih menakjubkan llagi. Ternyata dari keseluruhan nilai, nilaikulah yang terbaik. Bahkan, hingga dijajarkan se-DKI. Nilai UNku, ku tidak menyangka. Nilaiku bisa sangat bagus. 39,1. Seketika aku bersujud. Mengucapkan syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan YME. Aku pun segera pulang kerumah, untuk memberitahukan masalah ini.

Tapi, sesampainya aku dirumah. Aku melihat bendera kuning terpampang diteras rumahku. Hatiku bergejolak kencang. Apalagi saat aku melihat tubuh ayahku terbaring kaku di peti mati. Wajahku yang ceria, seketika menjadi musam. Ibu, ini ada apa. Aku berusaha meyakinkan diriku, bahwa ayah tidak meninggal. Ibu bilang ayahku meninggal. Ibu menangis tersedu-sedu mengantar kepergian ayah. Aku yang merasa tak kuat dengan semua cobaan ini, pingsan seketika. Setelah aku siuman, aku melihat ada ibu disampingku. Ibu, ibu tidak ikut menguburkan ayah. Ibu menjawab, katanya ia tidak kuat. Lagipula melihat kondisiku yang seperti ini membuatnya tidak tega untuk meninggalkan ku sendiri. Sesaat ku melihat wajah ibu nampak kucal dan letih. Saat aku melihat airmatanya sudah mulai tidak menetes lagi. Aku pun menceritakan, bahwa nilai UNku adalah nilai tertinggi se-DKI. Dan akupun bisa memilih SMA pilihanku, sesuai kehendakku. Ibu malah menangis seraya berkata, “Syukur alhamdulillah. Akhirnya kamu bisa mencapai apa yang kamu citakan”.

Padahal aku tau, ibu pasti sangat sedih dan pusing. Apalagi harus memikirkan uang masuk SMAku kelak. Aku bingung, SMA mana yang harus ku pilih. SMA unggulan pastikan banyak memakan uang iuran. Aku tak mau berlarut dalam kesedihan ini. Aku pun segera beristirahat dikamarku. Keesokkan harinya, aku melihat ibuku sudah berdandan dan berpakaian rapih. Cantik nian ibuku hari itu. Saat aku bertanya ibu mau kemana. Ia menjawab, ia akan mencari kerja. Setelah ibu pulang mencari kerja. Aku bertanya apakah ia sudah mendapat pekerjaan atau belum. Ia menjawab, ia sudah mendapat pekerjaan. Tapi, ia mendapat pekerjaan sebagai TKW di Malaysia. Sebenarnya, Ibu tidak mau. Tapi, mau apalagi. Dan besok jadwal keberangkatannya ke Malaysia. Aku sempat bilang ke Ibu, kenapa harus di Malaysia. Tapi ibu hanya menjawab cuma itu saja yang bisa membiayai aku sekolah. Aku sedih dan menangis. Akupun segera memeluk tubuh Ibu. Aku bilang ke Ibu, besok ibu hati-hati yah.

Keesokkan harinya, dihari keberangkatan Ibu. Ibu menitip pesan kepada kak Ruby agar menjaga dan melindungi aku dan de Frea. Ibu juga bilang, kalau nanti kak Rifki dan kak Aji pulang. Tolong jangan ceritakan semua masalahnya kemereka. Sepulangnya dari bandara, aku segera menuju ke sekolahku untuk mengurus semua surat-suratku untuk di SMA. Saat aku diruang kepala sekolah. Ibu Ulfah, sang kepala sekolah mengatakan bahwa aku mendapat beasiswa. Jadi, aku bisa sekolah dimana saja, dan gratis uang masuknya, serta bebas bayaran sekolah. Hanya saja aku harus membeli buku dengan uang sendiri. Setelah itu, aku segera bergegas pulang ke rumah. Tiga hari kemudian aku mendapat kiriman uang dan surat dari Ibu. Isinya, uang sebanyajk 1 juta rupiah dan surat yang berisikan, bahwa ini gaji pertamanya ia kirimkan setengahnya untuk aku dan yang lain. Semoga ini bisa berguna. Besoknya, setelah aku mendapat kiriman uang dari Ibu. Aku dan kedua saudaraku yang lain langsung membeli barang-barang keperluan kami. Dua hari lagi, aku akan masuk sekolah. Bagaimana ya, sekolahku nanti. Hari ini, hari ini adalah hari pertamaku masuk sekolah. SMA 39 adalah SMA pilihanku. Itu karena letaknya yang dekat dengan sekolahku. Disana begitu menyenangkan. Aku nampak bahagia dengan teman-teman baruku.

Sehari setelah hari pertamaku masuk sekolah. Aku mendapatkan kembali surat dari Ibuku di Malaysia. Katanya, ia akan pulang lusa. Sebenarnya, ia pulang bukan karena ia diberikan cuti oleh majikannya. Tetapi, karena ia hamper digauli oleh majikkannya itu. Aku sedih mendengar kabar dari Ibu. Akupun menangis hingga air mata ini bak sungai mengalir. Untung saja ibu pulang pas hari minggu. Jadinya, aku tidak usah membolos sekolah. Dibalik itu semua tersimpan rasa emosi dan amarah yang membara kepada majikan Ibuku. Andai saja majikan keparat itu berada dihadapanku. Sudah tentu akan kubuat wajahnya memar. Tapi, aku hanya seorang wanita. Tak mungkin rasanya aku bisa melakukan semua itu. Pelajaranku disekolah malah menjadi amburadul. Aku terus memikirkan Ibuku. Ingin rasanya aku menelpon kak Rifki, untuk menyuruhnya segera pulang. Tapi, aku tidak punya uang banyak untuk menelpon ke Prancis. Karena memang aku benar-benar harus menelpon kak Rifki. Aku pun tak sungkan untuk meminjam telepon Riska, teman sebangku ku kini. Untungnya ia anak orang kaya, jadi ia memperbolehkanku untuk menelpon kak Rifki walau ia berada di jauh sana. Saat telepon tersambung. Aku bilang ke kak Rifki, bahwa aku merindukanna. Aku ingin agar ia segera pulang. Aku juga menjelaskan semua masalah yang menimpa keluarga kami. Termasuk apa yang dialami Ibu di Malaysia. Entah, apakah Ibu akan marah bila ia mengetahui apa yang aku lakukan. Atau justru sebaliknya. Kata kak Rifky, ia akan pulang jika ia sudah berhasil menyelesaikan S2-nya. Kak rifki kini tinggal bersama orang tua angkatnya. Orang tua angkatnya sangat baik kepadanya. Kini kak rifki hidup enak. Karena memang orang tuanya tergolong orang kaya. Tak terasa hari kepulangan Ibu telah tiba. Aku mencari-cari dimana Ibu. Kok tida ada juga ya. Ternyata Ia berada dibelakang aku sedari tadi. Aku nampak pangling, karena ia nampak begitu kurus dan kucal. Ibu, ayo kita pulang. Kak ruby dan de frea sudah sangat merindukan ibu dirumah. Ketika aku dan Ibu menyeberang jalan. Tiba-tiba, mobil yang berada diberlainan arah menabrak Ibu dan Aku. Kondisiku memang tidak terluka. Tapi, ibu mengalami pendarahan dikepalanya. Dan dokter mendiaknosa bahwa Ibu geger otak. Untungnya ingatannya bisa diselamatkan dan tidak terganggu. Aku begitu sedih mendengarnya. Apalagi saat melihat darah yang seakan tidak pernah berhenti menetes dari tubuh Ibu. Saat itu juga aku menghubungi kak Ruby dan de Frea untuk segera dating ke rumah sakit. Kondisi Ibu benar-benar sudah sangat parah. Aku pusing memikirkan kondisi Ibu. Ditambah aku tidak punya cukup uang untuk membayar perawatan Ibu. Saat kak Ruby datang. Aku langsung menceritakan kejadian yang sebenarnya. Aku juga langsung menanyakan bagaimana proses pembayaran rumah sakit ini. Kata kak Ruby, lebih baik kita memakai uang gaji Ibu selama menjadi TKW. Akhirnya, uang tsb kita pergunakan untuk membayar rumah sakit. Tapi, sayangnya uang itu hanya bisa untuk biaya di ruang ICCU selama 2 hari ini saja. Aku bingung, apakah aku harus sekolah, atau menjaga Ibu di rumah sakit. Tapi, dengan berat hati aku memutuskan untuk sekolah. Adapun aku melakukan hal tsb, karena aku akan menghadapi Mid Semester. Jadi, Ibu hanya akan dijagai oleh de Frea yang belum bersekolah itu.

Saat bel istirahat, aku hanya bisa termenung. Aku memikirkan, bagaimana cara membayar perawaan Ibu untuk kedepannya. Aku pun akhirnya meminta pekerjaan kepada Airin untuk menjadi kasir di toko Roti kepunyaannya. Jadinya, setiap pulang sekolah aku harus langsung menuju tempat kerja untuk mencari uang untuk perawaan Ibuku. Dihari kedua aku bekerja, tepatnya dihari kedua pula waktu Ibuku dirawat di rumah sakit. Aku mendapatkan upah kerjaku selama menjadi kasir. Karena memang aku hanya meminta pekerjaan untuk dua hari. Untungnya, aku mendapat uang sekitar 500rb. Jadi, setidaknya Ibu bisa dirawat lagi selama 1 hari kedepan. Saat dijalan, untuk menuju rumah sakit dimana Ibu dirawat. Aku dicopet orang, semua uang upah kerjaku ludes diambilnya. Aku sedih, aku takut Ibu tidak bisa sembuh. Aku pun berjalan ke arah kamar Ibu dengan wajah pucat dan lemas. Saat aku sampai dikamarnya, aku meminta maaf, karena aku tidak bisa memperpanjang masa inap Ibu. Kata Ibu, ia tidak apa-apa, kondisinya sudah membaik. Akhirnya, aku dan Ibu pulang kerumah. Sesampainya dirumah, Ibu langsung beres-beres rumah. Aku sempat melarangnya, tetapi ia tidak mengacuhkanku. Sampai akhirnya, ia terjatuh karena kelelahan. Dan ia pun tertidur untuk selamanya. Aku yang tidak kuat dengan semua ini. Akhirnya, kabur dari rumah. Entah apa yang ada dibenakku sehingga dengan bodohnya aku kabur tanpa mementingkan resiko yang akan terjadi. Saat aku berlari dijalan, aku keserempet mobil. Untungnya, aku segera ditolong oleh pemilik mobil tsb. Dan sekarang aku tinggal bersamanya. Beliau adalah seorang Sek-Jen ASEAN 2009-2011, Subanu Winggodibyo, SH.MM. Beliau berada di Jakarta hanya untuk satu minggu saja. Hanya untuk berlibur di Indonesia. Beliau masih muda dan belum menikah. Umurnya sekitar 32 tahun.

Setelah, 2 hari aku dirawat dirumahnya. Aku merasa tidak betah. Karena aku melihat gelagat yang tidak enak darinya. Nampaknya ia menyukai aku. Saat ia berangkat ke kantor, aku pun kabur dan kembali menuju rumahku. Sesampainya dirumahku, aku dinasehati oleh kak Ruby, bahwa aku tidak boleh asal kabur begitu saja. Aku harus menjadi wanita yang tegar. Jangan mudah menyerah begitu saja. Aku pun sadar. Dan kini aku hanya memfokuskan diri ke study-ku dan pekerjaan sampingan yang ingin kembali aku tekuni. Setiap hari aku selalu sekolah dan bekerja. Bekerja, dan sekolah. Memang mungkin terasa berat, namun aku berusaha untuk menjalankan keduanya secara maksimal. Aku belajar dengan tekun. Setiap waktu istirahat hanya ku habiskan untuk membaca buku di perpustakaan. Sampai suatu waktu, aku diberikan kesempatan untuk mengikuti lomba Matematika tingkat Kecamatan. Dengan tidak ragu-ragu lagi, aku pun menerima ajakkan tsb. Sampai akhirnya, aku lolos ke tahap-tahap berikutnya. Dan kini, aku akan mengikuti lomba tingkat Internasional di Brunei Darrusalam. Lomba tsb akan diselenggarakan 2 hari lagi. Dan ternyata, hari yang dinanti itu tiba. Aku berangkat menuju bandara dengan diantar oleh kak Ruby dan de Frea. Aku begitu senang, karena aku melihat wajah keluarga kecilku itu yang nampak senang seperti aku.

Saat aku dan kepala sekolahku tiba disana. Kami disambut dengan sangat hangat. Aku begitu senang dan antusias untuk memenangkan lomba ini. Kami pun segera menuju ke tempat lomba itu dilaksanakan. Disana aku melihat banyak sekali anak-anak yang sangat jenius, karena pada umumnya mereka memakai kacamata.

Saat waktu untuk perlomban dimulai, kami dipernankan untuk berdoa terlebih dahulu. Nampaknya, aku menjadi tambah gugup. Babak demi babak sudah kulewati, dan kini aku berada pada tahap 3 besar. Tahap yang begitu menegangkan dan mendebarkan. Soal terakhir rebutan. Inilah soal yang menentukan siapakah pemenangnya. Karena, nilaiku dan nilai salah satu peserta imbang. Saat ditanya, berapakah hasil dari penjumlahan seluruh angka, sampai angka 100. Aku pun segera memencet bel dan menjawab 5050. Dewan juri pun berkata, “Maaf, jawaban anda… Benar, dan selamat anda lah pemenang lomba Matematika tingkat Internasional”. Saat itu aku hanya bisa tercengang dan nampak melamun. Karena, aku tidak yakin bahwa aku bisa memenangkan lomba yang hanya bisa dimenangkan oleh anak-anak Jenius. Aku begitu bersyukur kepada Tuhan YME.

Aku pun loncat-loncat kegirangan ‘bak menemukan emas d padang pasir. Saat itu juga, aku dan para pemenang yang lain dipersilahkan untuk maju kedepan untuk memperoleh tropi, dan hadiah lainnya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, aku mendapat hadiah uang sebesar U$$ 10,000 atau jika dirupiahkan sekiar 192 juta rupiah. Aku kaget dan tercengang dengan jumlah hadiah yang sebesar itu. Aku sangat senang. Apalagi ketika semua itu dipublikasikan di media masa. Ternyata, hadiah yang kuerima bukan hanya tu saja. Tetapi, juga hadiah menginap di hotel bintang lima “ Brunei Star “ di Brunei tentunya. Aku juga mendapat hadiah berkeliling ASEAN selama 3 hari.

Aku begitu senang dengan semua itu. Aku pun langsung menelpon kak Ruby dan de Frea untuk memberitahukan mengenai kabar gembira ini. Aku juga bilang bahwa aku akan mentrasfer uang hadiah tsb ke rekening kak Ruby. Jadi, selama aku berada dan bersenang-senang di Brunei. Kak Ruby dan de Frea juga bisa menikmati kebahagiaan tersebut.

Aku begitu senang, apalagi saat aku berkeliling ASEAN. Wah, betapa takjubnya diri ini dengan keindahan Sang Pencipa. Aku juga senang karena aku disambut dan dilayani dengan baik. Selain itu para menteri di kawasan ASEAN juga sangat ramah dan baik. Mereka membantuku apabila aku tidak mengerti mengenai suatu hal di Negara mereka. Mereka menganggapku seperti warga Negara mereka sendiri. Tidak ada perbedaan dari cara ia berperilaku dan bertindak kepadaku dan warga Negara mereka.

Saat aku pulang ke Indonesia. Aku bertemu dengan kak Adji. Aku terkejut, bukankah ia seharusnya masih berada di Australia. Ternyata, setelah dikonfirmasi ia sudah menyelesaikan study-nya disana dan kini ia ingin mencari kerja di Indonesia. Aku senang karena akhirnya aku bisa bersama dengan kak Adji lagi. Aku pun menanyakan kabar tentang kak Rifki kepadanya. Ternyata, kak Rifki akan kembali ke Indonesia dalam waktu 3 hari lagi. Tetapi, kak Rifki tidak sendiri. Ia pulang ke Indonesia bersama orang tua angkatnyadi Prancis. Aku dan kak Adji pun segera menuju ke rumah. Saat tiba aku langsung memeluk kak Ruby dan de Frea. Aku senang karena bisa bersamanya lagi.

Setelah acara kangen-kangenan kami pun pergi bersama-sama untuk merayakan kebersamaan kita disalah satu restoran seefood. Setelah kenyang, kami pun segera pulang. Selama tiga hari ini aku menunggu-nunggu kedaangan kak Rifiki. Saat aku merasa ia tidak jua kan datang. Ternyata ia datang juga. Ia terlihat lebih dewasa dan tampan. Orang Tua angkatnya terlihat sangat terpelajar dan ber-intelegensi tinggi. Aku senang sekali dengan kedatangan kak Rifki. Ternyata, kak Rifki dan orang tua angkatnya mengajak kami semua untuk tinggal di Perancis bersama-sama. Dan menjadi satu keluarga yang sangat harmonis. Aku sedih mendengar itu, karena aku jadi ingat kepada orang tuaku yang sudah dipanggil khaliq. Tapi, saat aku melihat wajah Pak Johansen dan Bu Johansen yang terlihat tulus. Aku pun langsung menyetujuinya. Akhirnya, kami dan keluarga kami yang baru pindah ke Bandung. Kami memulai kehidupan kami yang baru dan lebih istimewa.

Aku begitu senang karena dengan jerih payah orang tua kandungku selama ini. Akhirnya, mereka bisa meraih hasilnya. Walaupun mungkin mereka tidak bisa merasakannya secara langsung. Tapi, inilah yang harus disyukuri. Dibalik penderitaan, pasti ada secercah harapan yang nantinya akan tumbuh menjadi kebahagiaan. Inilah hasil dari jerih payah orang tuaku. Aku tidak akan pernah melupakan ini semua. Walau mereka sudah tidak ada, tetapi cinta dan kasih mereka akan terus umbuh di hati ini.

Fathia A.O


komentar baik mengandung kritik .
kirim kritik dn saran mengenai cerpen saya ini .

0 comments:

Post a Comment

Delicious Diaries Of Denis Copyright © 2009 Designed by Ipietoon Blogger Template for Bie Blogger Template Vector by DaPino